Kematian adalah Pemberi Nasehat

"Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan (menghadapi) kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’" (HR. Ibnu Majah, Ath-Thabrani, dan Al-Haitsamiy. Shahih Ibnu Majah 2/419 dan Shahih at Targhib wa Tarhib 3/164/3335 oleh Syaikh Al-Albaniy)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan, yaitu kematian." (HR. At Tirmidzi 4/553/2307, Ibn Majah 2/1422/4258, dan lain-lain)
Diriwatkan bahwa dahulu Khalifah `Utsman Ibn `Affan radhiallahu 'anhu berdiri di daerah kuburan maka beliau menangis hingga basah jenggot beliau. Ada yang bertanya, “Disebutkan Surga dan Neraka namun Anda tidak menangis, maka mengapa Anda menangis karena kuburan ini?” `Utsman menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh, kubur merupakan tempat pertama dari akhirat. Jika seseorang selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih mudah. Namun, jika ia tidak selamat, maka yang berikutnya akan lebih keras lagi.”
Utsman melanjutkan, “Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam juga bersabda:
“Tidaklah aku melihat suatu pemandangan pun (di dunia) melainkan kuburan lebih buruk darinya .” [HR. At-Tirmidzi 4/553/2308; Ibnu Mājah 2/1426/4267; Ahmad 1/63/454; dan lain-lain]
Ulama Salaf berkata:
“Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat.”
(Shifatush Shafwah, 1/639)