Penyebab Kematian Terbanyak pada Cerebral Palsy
https://fiinur.blogspot.com/2013/01/tingginya-insidensi-penyakit-paru-pada.html
Cerebral palsy (CP) merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik dan postur tubuh yang disebabkan gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan atau di masa anak-anak. Kelainan tersebut dapat disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan masalah muskuloskeletal. Gejala CP mulai dapat diamati pada anak-anak di bawah umur 3 tahun, manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun dan umumnya diikuti spastisitas.
Prevalensi
Prevalensi CP secara global berkisar antara 1-1,5 per 1.000 kelahiran hidup dengan insidensi meningkat pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi CP dilaporkan sebesar 2-2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang berkisar antara 1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Hingga saat ini, belum tersedia data akurat perihal jumlah penderita CP di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per 1.000 kelahiran hidup.
Sekitar 50% dari mereka meninggal sebelum mencapai usia 20 tahun. Kematian tersebut biasanya akibat komplikasi sekunder yang terkait dengan disfungsi neurologis primer. Penyakit dan kematian dini paling sering terjadi karena gangguan pernafasan dan infeksi pada paru-paru.
Klirens Saluran Pernafasan
Pada keadaan normal, seseorang memerlukan saluran pernafasan yang cukup steril untuk memudahkan terjadinya pertukaran gas yang efisien. Mekanisme imunitas juga diperlukan agar udara yang masuk tetap bebas dari patogen berbahaya. Produksi mukus memainkan peran penting dalam pemeliharaan pernapasan yang baik bagi kesehatan.
Sifat kimia dan fisik mukus pada saluran pernapasan berfungsi untuk mencegah dan melawan antigen asing serta memberikan kelembaban yang sesuai. Jika patogen masuk ke dalam saluran pernapasan maka sel mukosiliar akan memacu produksi mukus, dengan segera tubuh akan mengadakan klirens saluran pernapasan sebagai mekanisme pertahanan. Klirens saluran pernapasan dipengaruhi oleh :
• Refleks batuk efektif
• Sel mukosiliar yang berfungsi dengan baik
• Tidak ada obstruksi saluran napas
Gangguan Klirens Saluran Pernafasan pada Penderita CP
Disfungsi neuromuskuler pada CP dilaporkan dapat mengganggu klirens saluran pernapasan, merusak fungsi epitel sehingga fungsi pertahanan terganggu. Kerentanan paru terhadap penyakit yang progresif akan meningkat dan akhirnya dapat mengancam jiwa.
Tingginya prevalensi aspirasi kronis, imobilitas, batuk inefektif, dan atelektasis pada penderita CP mengurangi klirens tracheobronchial pada saluran pernapasan. Rendahnya kemampuan klirens ini akan mengakibatkan retensi dan sekresi mukus yang berlebihan sehingga mukus mengalami perubahan kualitatif yang membuatnya lebih tebal, lengket, infeksius (bila mengandung kuman). Akumulasi mukus pada saluran pernafasan tentu saja merugikan karena menyebabkan :
• Retensi partikel, termasuk patogen
• Aktivasi peradangan
• Hilangnya reflek batuk
• Obstruksi jalan napas, menghambat pertukaran O2 dan CO2
Dengan adanya akumulasi mukus yang menetap dan berlangsung lama, klirens saluran pernafasan menjadi terganggu sehingga penderita CP lebih rentan terhadap infeksi atau penyakit restriktif paru.
Rasionalisasi Manajemen Penderita CP
Permasalahan paru-paru merupakan ancaman utama untuk kesehatan dan kualitas hidup penderita CP oleh karena itu perlu perhatian khusus untuk manajemen CP disamping terapi dengan medikamentosa. Penderita CP yang secara fisik masih baik, program latihan pernapasan dalam dapat meningkatkan aliran udara masuk untuk merangsang batuk sehingga sekresi mukus meningkat. Bagi mereka yang secara fisik tidak dapat melakukan hal ini (biasanya pada tipe spastik), dapat dilakukan intervensi dengan terapi modalitas menggunakan peralatan rehabilitasi Flutter® device, intermittent positive pressure breathing (IPPB), in-exsufflator, and The Vest™ ACS12. Pemilihan terapi modalitas ini harus disesuaikan dengan keadaan fisik penderita CP sehingga terapi dapat dilakukan secara efektif.
Referensi:
(1) Reddihough and Collins KJ. The epidemiology and causes of cerebral palsy. Australian Journal of Physiotherapy 2003: Vol. 49
(2) Rosenbaum P, Paneth N, Leviton A, Goldstein M, Bax M. A report: The definition and classification of cerebral palsy. Developmental Medicine and Child Neurology. 2009: 49(s109) 8-14.
(3) Gary DV, Hankins, and Michael S. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. The American College of Obstetricians and Gynecologists 2003:Vol 102(3) September.
(4) Rebekka V. A ppopulation-based nested casecontrol study on recurrent pneumonias in children with severe generalized cerebral palsy: ethical considerations of the design and representativeness of the study sample. BMC Pediatrics 2005, 5:25.
(5) Mubarak Ali et al. Cerebral Palsy Presenting As Recurrent Pneumonia. JSZMC 2012:Vol 3(2), 291-6
(6) Gustavo Z, John D, Ana Z, Darryl O'Brien and Malcolm K. A new paradigm in respiratory hygiene: increasing the cohesivity of airway secretions to improve cough interaction and reduce aerosol dispersion. BMC Pulmonary Medicine 2005:5, 11-17
(7) Seddon PC, Khan Y: Respiratory problems in children with neu-rological impairment. Arch Dis Child 2003:88, 75-78
(8) John H. Marks. Pulmonary Care of Children and Adolescents with Development. Pediatr Clin N Am 2008:55, 1299–1314