Dia Layu Sebelum Berkembang : Memilih Calon Suami dengan Ilmu Bukan dengan Harapan
https://fiinur.blogspot.com/2014/01/memilih-calon-suami-dengan-ilmu-bukan.html
Kami (ana dan zaujah) pernah mengenalnya, seorang gadis, yang baru mengenal manhaj yang haq ini, begitu bersemangat dan penuh kecintaan akan ‘ilmu, di usianya yang masih muda, bercita-cita akan sebuah kehidupan yang indah, di sebuah rumah tangga, di atas titian sunnah, maka dia merangkaikannya satu demi satu, langkah-langkahnya yang kelak akan mampu membawanya kesana. Sebuah kuncup bunga, yang hendak mekar, dalam sebuah taman indah dalam impiannya.
Hingga, dia menyampaikannya kepada kami, bahwa dia telah siap untuk berumah tangga, dan mengharap datangnya seorang lelaki yang sholih, yang akan mampu membawanya menuju taman itu, mekar dan mewangi di sana, menyerbakkan harum sepanjang harinya… Dan kami pun sering memberikan nasihat agar berhati-hati dalam memilih calon pemimpinnya. Sekali melangkah akan begitu sulit untuk surut kembali ke belakang. Rumah tangga yang indah bukanlah sebuah hal yang bisa engkau pertaruhkan dengan harapan saja tanpa penetapan akan ketentuan syar’iy yang telah dinasihatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nasihat demi nasihat… waktu demi waktu berlalu, hingga kemudian dia menyampaikan, bahwa ibunya telah menemukan seorang lelaki baginya, lelaki yang “tampak” baik bagi keluarganya, yang sopan dan bersahaja… dan kemudian kami menanyakan kepadanya, apakah lelaki itu mengenal sunnah? Apakah dia seorang calon pemimpin yang ber’ilmu, yang berjalan di atas manhaj salafush sholih? Lalu gadis itu menjawab… belum… dia calon suamiku belum mengenal sunnah, namun dia calon suamiku berjanji akan mau belajar dan mengenal sunnah. Lalu kami sampaikan nasihat kepadanya… yaa ukhtiy, tahanlah dirimu, jangan melemparkan diri ke dalam lembah yang curam berbatu dan engkau akan kesulitan untuk kembali ke permukaan… Tahanlah dirimu dan nantikanlah seorang lelaki yang sholih… Namun gadis itu menjawab, dia calon suamiku adalah seseorang yang rajin beribadah, lelaki yang sopan kepada keluargaku… Hingga kemudian nasihat kami tak lagi di dengar… dan kami berputus asa kepadanya…
Lalu sampailah berita bahwa gadis itu telah menikah dengan calon suaminya yang telah berjanji mau belajar dan mengenal sunnah tadi, dia memberitakan kebahagiaannya telah memiliki seorang pemimpin yang sayang kepadanya, dan harapan kami pun tumbuh untuk kebahagiaannya… Memang… beberapa bulan berlalu dalam sebuah kebahagiaan, kebahagiaan pengantin baru bak sepasang merpati yang bermain di atas padang rumput yang menghijau, dinaungi awan cinta mereka…
Hingga datanglah saat itu, berita kepada kami akan kesedihannya, bahwa suaminya mulai berubah, tak lagi sebagaimana bulan-bulan pertama mereka menikah, perkataan kasar dan cacian seringkali menjadi hiasan bibir sehari-hari, dan dia dibenci oleh mertuanya, pernah dia mengeluhkan bahwa suaminya senang meminum khomr dan pulang dalam keadaan mabuk, tak lagi peduli dengan dirinya. Hilang sudah janji-janji yang dulu… Siapa yang kini mau mengenal sunnah? Siapakah kini orang yang dulu mau berjanji melindunginya dari bara sengsara… sedang air mata dan kesengsaraan itu ia dapatkan dari orang yang pernah berjanji kepadanya. Betapa lukanya hati… betapa sempitnya kehidupan ini…
Dia menangis dalam teleponnya kepada kami… apa yang harus ana lakukan tanyanya? Kemudian kami menasihatkan kepadanya untuk bersabar, dan mendo’akan kebaikan bagi suaminya, hendaknya engkau menampakkan akhlak dan adab sebagai seorang muslimah ahlus sunnah kepada mertuamu dan raihlah cintanya… bersabarlah, jangan tinggalkan sholat malam dan do’amu. Namun tetap saja kemudian datang lagi telepon yang lain akan kesedihannya, dan kamipun bersedih…, namun kami tidak mampu berbuat apa-apa kecuali mendo’akan kebaikan baginya, hingga pun kami sempat menyarankan jika dia bisa mengajukan khulu’ jika khawatir akan berbuat durhaka kepada suaminya dan tak mampu bersabar lagi… Namun dia menolak, dia mengabarkan bahwa telah ada kehidupan yang akan dilahirkannya di dunia ini dalam perutnya, dan kami pun kembali menasihatkan kepadanya untuk bersabar…
Hingga kini, anak itu telah terlahir kedunia, namun tiada perbaikan apa-apa dari suaminya, bahkan semakin menjadi keburukannya, menjalin perselingkuhan yang terbuka dan menyakiti hatinya, masa berlalu demi masa, rasa sedih yang dirasakannya, kepada siapa harus mengadu, sedang orang tuanya tak mampu membantunya, hanya kepada Allooh tempat kita menyerahkan segala urusan… Dan kami pun mendengar kabar darinya akan proses pengajuan khulu’nya ke pengadilan agama…
Yaa ukhtiy, kami hanya bisa mendo’akan kebaikan kepadamu, semoga Allooh Ta’ala mempermudah urusanmu, memperbaiki jalanmu dan memberikan keteguhan akan imanmu, agar engkau masih tetap berpegang di atas sunnah, istiqomah di atas sunnah, mencoba kembali melangkah meski tertatih, meski berat engkau melaluinya, namun percayalah bahwa pertolongan Allooh itu dekat kepada hamba-Nya yang beriman… Dan mulailah kembali kelak sebuah kehidupan rumah tangga yang baru yang penuh kebaikan bersama seorang ahlus sunnah, yang jelas engkau ketahui baik akidah dan manhajnya…
Kisah ini kami ceritakan kepada kalian, agar kalian wahai wanita, mengambil pelajaran darinya. Memilih pemimpin dalam rumah tangga tidaklah sama dengan engkau memilih pemimpin negara di masa kini, yang engkau tidak kenal dengan calon pemimpin itu, bagaimana agamanya, akidahnya, akhlak dan adabnya, namun engkau diperintahkan untuk memilih… dan akhirnya engkau memilih, dengan harapan setelah dipilih ia akan menjadi pemimpin yang baik… tidak … demi Allooh tidak demikian memilih pemimpin….
Apalagi engkau akan memilih pemimpin dalam rumah tanggamu, kenalilah dengan baik agama dan akidahnya, tentukan dengan ‘ilmu, bukan dengan harapan, bukan dengan janji-janji indah, hendaknya engkau benar-benar selektif dalam memilih seorang lelaki yang akan memimpin dirimu mengarungi samudera rumah tangga, dengan sebuah bahtera yang kalian kemudikan berdua, kenalilah dengan baik bahtera itu… bukan dengan janji… Walloohul musta’an
(Disalin dari Catatan Page Facebook Andi Abu Hudzaifah Najwa, dengan judul asli Dia… Layu Sebelum Berkembang…, 13 Desember 2013 pukul 2:46)
Hingga, dia menyampaikannya kepada kami, bahwa dia telah siap untuk berumah tangga, dan mengharap datangnya seorang lelaki yang sholih, yang akan mampu membawanya menuju taman itu, mekar dan mewangi di sana, menyerbakkan harum sepanjang harinya… Dan kami pun sering memberikan nasihat agar berhati-hati dalam memilih calon pemimpinnya. Sekali melangkah akan begitu sulit untuk surut kembali ke belakang. Rumah tangga yang indah bukanlah sebuah hal yang bisa engkau pertaruhkan dengan harapan saja tanpa penetapan akan ketentuan syar’iy yang telah dinasihatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nasihat demi nasihat… waktu demi waktu berlalu, hingga kemudian dia menyampaikan, bahwa ibunya telah menemukan seorang lelaki baginya, lelaki yang “tampak” baik bagi keluarganya, yang sopan dan bersahaja… dan kemudian kami menanyakan kepadanya, apakah lelaki itu mengenal sunnah? Apakah dia seorang calon pemimpin yang ber’ilmu, yang berjalan di atas manhaj salafush sholih? Lalu gadis itu menjawab… belum… dia calon suamiku belum mengenal sunnah, namun dia calon suamiku berjanji akan mau belajar dan mengenal sunnah. Lalu kami sampaikan nasihat kepadanya… yaa ukhtiy, tahanlah dirimu, jangan melemparkan diri ke dalam lembah yang curam berbatu dan engkau akan kesulitan untuk kembali ke permukaan… Tahanlah dirimu dan nantikanlah seorang lelaki yang sholih… Namun gadis itu menjawab, dia calon suamiku adalah seseorang yang rajin beribadah, lelaki yang sopan kepada keluargaku… Hingga kemudian nasihat kami tak lagi di dengar… dan kami berputus asa kepadanya…
Lalu sampailah berita bahwa gadis itu telah menikah dengan calon suaminya yang telah berjanji mau belajar dan mengenal sunnah tadi, dia memberitakan kebahagiaannya telah memiliki seorang pemimpin yang sayang kepadanya, dan harapan kami pun tumbuh untuk kebahagiaannya… Memang… beberapa bulan berlalu dalam sebuah kebahagiaan, kebahagiaan pengantin baru bak sepasang merpati yang bermain di atas padang rumput yang menghijau, dinaungi awan cinta mereka…
Hingga datanglah saat itu, berita kepada kami akan kesedihannya, bahwa suaminya mulai berubah, tak lagi sebagaimana bulan-bulan pertama mereka menikah, perkataan kasar dan cacian seringkali menjadi hiasan bibir sehari-hari, dan dia dibenci oleh mertuanya, pernah dia mengeluhkan bahwa suaminya senang meminum khomr dan pulang dalam keadaan mabuk, tak lagi peduli dengan dirinya. Hilang sudah janji-janji yang dulu… Siapa yang kini mau mengenal sunnah? Siapakah kini orang yang dulu mau berjanji melindunginya dari bara sengsara… sedang air mata dan kesengsaraan itu ia dapatkan dari orang yang pernah berjanji kepadanya. Betapa lukanya hati… betapa sempitnya kehidupan ini…
Dia menangis dalam teleponnya kepada kami… apa yang harus ana lakukan tanyanya? Kemudian kami menasihatkan kepadanya untuk bersabar, dan mendo’akan kebaikan bagi suaminya, hendaknya engkau menampakkan akhlak dan adab sebagai seorang muslimah ahlus sunnah kepada mertuamu dan raihlah cintanya… bersabarlah, jangan tinggalkan sholat malam dan do’amu. Namun tetap saja kemudian datang lagi telepon yang lain akan kesedihannya, dan kamipun bersedih…, namun kami tidak mampu berbuat apa-apa kecuali mendo’akan kebaikan baginya, hingga pun kami sempat menyarankan jika dia bisa mengajukan khulu’ jika khawatir akan berbuat durhaka kepada suaminya dan tak mampu bersabar lagi… Namun dia menolak, dia mengabarkan bahwa telah ada kehidupan yang akan dilahirkannya di dunia ini dalam perutnya, dan kami pun kembali menasihatkan kepadanya untuk bersabar…
Hingga kini, anak itu telah terlahir kedunia, namun tiada perbaikan apa-apa dari suaminya, bahkan semakin menjadi keburukannya, menjalin perselingkuhan yang terbuka dan menyakiti hatinya, masa berlalu demi masa, rasa sedih yang dirasakannya, kepada siapa harus mengadu, sedang orang tuanya tak mampu membantunya, hanya kepada Allooh tempat kita menyerahkan segala urusan… Dan kami pun mendengar kabar darinya akan proses pengajuan khulu’nya ke pengadilan agama…
Yaa ukhtiy, kami hanya bisa mendo’akan kebaikan kepadamu, semoga Allooh Ta’ala mempermudah urusanmu, memperbaiki jalanmu dan memberikan keteguhan akan imanmu, agar engkau masih tetap berpegang di atas sunnah, istiqomah di atas sunnah, mencoba kembali melangkah meski tertatih, meski berat engkau melaluinya, namun percayalah bahwa pertolongan Allooh itu dekat kepada hamba-Nya yang beriman… Dan mulailah kembali kelak sebuah kehidupan rumah tangga yang baru yang penuh kebaikan bersama seorang ahlus sunnah, yang jelas engkau ketahui baik akidah dan manhajnya…
Kisah ini kami ceritakan kepada kalian, agar kalian wahai wanita, mengambil pelajaran darinya. Memilih pemimpin dalam rumah tangga tidaklah sama dengan engkau memilih pemimpin negara di masa kini, yang engkau tidak kenal dengan calon pemimpin itu, bagaimana agamanya, akidahnya, akhlak dan adabnya, namun engkau diperintahkan untuk memilih… dan akhirnya engkau memilih, dengan harapan setelah dipilih ia akan menjadi pemimpin yang baik… tidak … demi Allooh tidak demikian memilih pemimpin….
Apalagi engkau akan memilih pemimpin dalam rumah tanggamu, kenalilah dengan baik agama dan akidahnya, tentukan dengan ‘ilmu, bukan dengan harapan, bukan dengan janji-janji indah, hendaknya engkau benar-benar selektif dalam memilih seorang lelaki yang akan memimpin dirimu mengarungi samudera rumah tangga, dengan sebuah bahtera yang kalian kemudikan berdua, kenalilah dengan baik bahtera itu… bukan dengan janji… Walloohul musta’an
(Disalin dari Catatan Page Facebook Andi Abu Hudzaifah Najwa, dengan judul asli Dia… Layu Sebelum Berkembang…, 13 Desember 2013 pukul 2:46)