Kerokan Menyembuhkan Bermacam Penyakit?


Masyarakat jawa, khususnya Jawa Tengah, mempunyai pengobatan khas yang disebut dengan kerokan atau kerikan. Pengobatan ini dilakukan dengan menekan atau menggesekan benda tumpul berulang-ulang pada kulit hingga timbul kemerahan, dapat menggunakan minyak pelicin atau balsam. Dalam tinjauan medis, perlakuan ini akan menimbulkan jejas mekanik yang mengakibatkan terjadinya reaksi inflamasi buatan. Reaksi ini tidak membahayakan akan tetapi dapat menguntungkan bagi subyek.

Menurut orang jawa, kerikan atau kerokan memiliki efek yang luar biasa sampai-sampai semua gejala penyakit diobati dengan kerokan. Benarkah demikian? Sampai saat ini kerikan dan prosesnya terhadap tubuh belum diketahui secara pasti. Efeknya pun masih menjadi perdebatan apakah terjadi karena reaksi inflamasi buatan atau hanya efek palsu (placebo) yang muncul akibat stigma yang telah berkembang sejak lama.

Pola Umum Kerokan dan Jejas Mekanik serta Efek Bagi Tubuh

Pola umum kerokan membentuk garis lurus sejajar dengan tulang belakang atau lurus sejajar leher. Pola ini terbentuk akibat penekanan dan peregangan berulang pada kulit. Jejas yang muncul saat orang kerokan akan memanipulasi tubuh untuk mencetuskan reaksi inflamasi yang merupakan mekanisme penting untuk memperbaiki struktur jaringan.

Dalam dunia kedokteran, reaksi inflamasi ditandai dengan pelepasan mediator kimiawi oleh plasma darah, termasuk diantaranya adalah protein komplemen. Protein komplemen sejatinya terdapat dalam keadaan inaktif dalam plasma darah. Apabila terdapat suatu rangsangan spesifik maka protein komplemen akan aktif dan secara beruntun membentuk sistem komplemen untuk melawan reaksi tersebut. Rangsang spesifik tersebut diantaranya adalah endotoksin (racun) bakteri, virus atau antigen asing lainnya. Secara teori, jejas merangsang aktivasi komplemen dengan berbagai sebab. Inilah yang terjadi pada saat seseorang kerokan.

Ketika sistem komplemen teraktivasi maka dengan sendirinya tubuh akan mengadakan repair (perbaikan) jaringan yang rusak entah itu karena adanya infeksi bakteri atau gangguan metabolisme. Hipotesis menyatakan, umumnya ketika sistem komplemen telah aktif, seseorang yang mendapati terapi ini akan merasa lebih nyaman dari sebelumnya. Akan tetapi efek ini tidak sepenuhnya berjalan dengan baik pada penyakit-penyakit dengan derajat kerusakan jaringan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kecepatan repair komplemen. Inilah sebabnya tidak semua penyakit dapat sembuh dengan kerokan. Kadangkala seseorang yang hanya sakit flu biasa dapat sembuh dengan kerokan tetapi kadangkala juga tidak memberikan efek apapun.

Kontroversi Aktivasi Sistem Komplemen pada Kerokan

Sistem komplemen diketahui dapat aktif melalui 2 jalur yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Jalur aktif dimediasi oleh aktifnya protein komplemen C1q sementara jalur pasif dimotori oleh aktivasi protein komplemen C3. Sampai saat ini belum diketahui jalur lain yang memacu aktivasi sistem komplemen walaupun banyak peneliti di bidang imunologi yang telah mendeskripsikan berbagai hipotesis. Kerokan dengan jejas mekaniknya jelas membuat suatu inflamasi ringan akan tetapi sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti melalui jalur mana kerokan dapat mengaktifkan sistem komplemen. Hal ini sesuai yang dilaporkan oleh Prof. Didik Tamtomo (2008) dalam uji eksperimentalnya bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kadar C1q dan C3 antara pasien yang mendapat perlakuan kerokan dan yang tidak.

Referensi :
1. Didik T. Aktivasi Komplemen pada Jejas Mekanis Pengobatan Tradisional Kerokan. CDK Kalbe. 2008. 165(35): 347-49
2. Dumestre-PC, Osmundson J, Lemaire-VC, Thielens N. Activation of classical pathway of complement cascade by soluble oligomers of prion. Cell Microbiol. 2007. Dec 9(12): 2870-9.

Related

Berita 6262061140157266539

Posting Komentar

emo-but-icon

item